Baru kusadari bahwa aku gay - 2

Gawat, kami tersandung jatuh. Kami berdua terjatuh, terjerembap di lantai. Posisi saya pas di atas Gilbert, saya amat terkejut. Tubuh Gilbert tidak kalah hangat dengan tubuh Mas Rudi. Saya tidak mau melepasnya. Saya ingin terus begini tetapi tiba-tiba satpam yang mendengar keributan ini segera menghampiri kita. Gilbert menatapku dengan mata disipitkan dia tidak jadi bilang deengan satpam tentang semua kejadian ini. Kami berdua bangun dibantu Pak Satpam.
"Hey, kalian tidak apa-apa? Seperti anak kecil saja! Jangan berlarian di dalam ruangan!" Satpam tersebut memperingatkan.
Saya hanya tersenyum nakal dan mengacungkan jari telunjuk menutupi bibir merahku pertanda agar Gilbert tidak memberitahukan satpam tentang kejadian yang baru saja ia saksikan. Saya sendiri pun masih shock akan kejadian yang terjadi padaku.
Gilbert membuang muka dan pergi begitu saja. Tampaknya dia tidak akan membocorkan rahasia ini jadi kubiarkan saja dia pergi.
Kalaupun dia mau membocorkan rahasia ini, dia tidak punya Bukti. Saya kembali ke ruangan Badminton dan menceritakan semuanya. Mas Rudi hanya tersenyum layaknya seorang maskulin yang berwibawa. Saya memintanya agar kami tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Mas Rudi tidak menjawab ia hanya menawariku mau tidak mulai latihan. Saya menganggukan kepala. Dan saya terus latihan sampai sore tiba.
Latihan tetap saya lanjutkan kadang hari saya merelakan lapangan untuk kakak saya kadang untuk pemain lain, tetapi kalau selagi sepi kami serius latihan. Dan semakin hari teknik bermainku semakin bagus dan mantap.
Suatu hari kemudian, saya berjumpa lagi dengan Gilbert. Ia sudah lama tidak masuk klub Badminton sejak peristiwa itu. Ia datang seperti biasanya dengan angkuh. Akhirnya pertama kali ia melakukan percakapan dengan saya..
"Oi Joe ingusan! Saya sudah mendapat video rekaman pada hari "H" kamu dengan Mas Rudi." Ia berkata demikian membuat saya dan Mas Rudi amat terkejut. Mas Rudi membujuk agar video tersebut diserahkan kembali kepada kami tetapi dia menolak.
"Jadi apa maumu?" Ucap saya memberanikan diri.
"Sebuah single match antara aku dan kamu! Di lapangan ini." Ucapnya dengan berlagak.
Saya tidak yakin kalau saya akan menang karena saya tahu Gilbert bukan pemain yang kacangan. Saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menerima tantangannya.
Mas Rudi sedang berada di posisi wasit. Saya yang mulai menservis shuttle cock. Servis saya berhasil dibalasnya, saya kewalahan menerima sentakkan dari pukulan-pukulan Gilbert yang kecang dan mantap tetapi saya masih bisa menahan dan membalas shuttlecock yang dia kirim ke saya. sampai akhir sesi pertama saya kalah 10-4. Saya mulai putus asa. Tapi Mas Rudi tetap memberiku dukungan.
"Terimakasih Mas Rudi, dukunganmu sangat saya perlukan sekarang." kata saya, Mas Rudi hanya menebar senyum pesonanya.
Senyumnya membuatku semangat lagi, stamina saya kembali stabil dan saya siap berjuang lagi.
Pertandingan ke dua dimulai, saya semakin oke dan stabil. Dan kulihat Gilbert yang semakin kewalahan, saya berhasil melakukan smash sebanyak 3 kali berturut-turut. Ia telak tapi saya masih kalah banyak. Menjelang penutupan sesi ke dua hari semakin sore dan semakin banyak orang yang berkumpul untuk menyaksikan kami. Saya dibuatnya kewalahan karena saya semakin lelah.
Tetapi saya masih bisa mempertahankannya. Hasil pertandingannya sesi kedua saya berhasil menang 8-6. Menuju sesi terakhir, saya bisa melihat banyak orang dari berbagai klub berkumpul dan menyaksikan. Mereka memberikan support pada kami. Mas Rudi yang saya sayangi, selama saya latihan, status kami selain guru-murid, kami juga seorang kekasih..
Tapi kami tidak melakukan hubungan seksualitas lagi karena takut ketahuan oleh orang lain dan akhir-akhir ini tentang penyebaran Virus HIV/AIDS yang gencar menghantui saya, tapi saya tidak tahu apa yang dipikirkan Mas Rudi, ia memperlakukan saya layaknya seorang kekasih. Dan hubungan ini pun terus berlanjut.. Saya tidak ingin semua ini hancur berantakkan hanya
karena Gilbert yang nakal itu! Saya harus memenangkan pertandingan ini.
Sesi pertandingan ketiga dimulai. Gilbert memulai servis shuttlecock, pukulan-pukulannya semakin kencang dan dahsyat. Saya berusaha menangkisnya beberapa kali tapi gagal. Saya mulai panik, kulihat score-board, saya kalah 10-3, sungguh Hopeless.
Riuh ramai orang membuat konsentrasiku pecah. Walaupun sempat melakukan smash beberapakali saya masih belum dapat menutupi kekalahanku. Sekarang hasilnya 13-8. Saya sudah mulai putus asa.
Apakah cinta yang saya pupuk bersama Mas Rudi akan lenyap di meja hukum dan segalanya berakhir begitu saja. Saya tidak berani membayangkan masa depan seorang G A Y seperti saya bisa bertahan di meja hukum. Pikiranku mulai berdenyut dan hampir pass-out. Pritt..! Suara peluit Mas Rudi yang tak berdaya berbunyi, tanda sesi terakhir ini ditutup. Saya kalah telak. Mas Rudi mengangkat kedua tangan yang dilipat lemas pertanda tidak tahu apa yang akan dilakukannya lagi.
Gilbert menghampiri saya, "Permainan yang bagus, rekaman ini akan saya serahkan ke poltabes. Dan kalian akan berakhir". Saya shock berat. Jatuh terduduk melihat Gilbert yang jahat pergi keluar dengan lantang memecah keramaian, berangsur-angsur riuh ramai kembali tenang. Beberapa anggota klub semua bubar dan anggota klub badminton sendiri ada yang masuk dan ada yang pergi.
Mereka semua tidak tahu apa yang terjadi. Antara saya dan Mas Rudi dan ..Gilbert. Ancungan jempol dari anggota klub lain sudah tak ada gunanya lagi. Mas Rudi menghampiriku untuk menghiburku, saya diam saja dan tidak memperdulikannya. Saya tidak mau memperdulikan apa-apa lagi. Yah, iya saya akan bunuh diri. Pikiran itu sempat terngiang di kepala saya.
Bunuh diri adalah solusinya, saya tidak bisa menanggung segala penderitaan ini lagi. Saya pulang ke rumah mengeluarkan sebuah pisau silet dari laci tempat tidur. Sebelum saya sempat melakukannya saya ingin mengatakan pada Mas Rudi saya sangat mencintainya walaupun dia tidak pernah mencintaiku saya tahu itu.. Dia hanya mencintai Gilbert, saya tahu itu. Gilbert juga mencintai Mas Rudi jadi dia melakukan segala ini untuk menjebakku, dia ingin menyingkirkan saya dari percintaan segitiga ini.
Ding.. Dong.. Suara bel rumah berbunyi. Malam-malam begini semua sudah tidur, masih juga ada yang datang. Saya pergi membuka pintu, ada yang mengirim pos. Surat yang berisi video saya buka. Saya tidak melihat pengirimnya. Pintu saya tutup, ada surat di dalamnya. Dan saya baca..
"Joe! Kamu memang menyebalkan. Kenapa kamu harus melakukan semua ini. Saya tidak mengirimkan video itu ke poltabes. Kenapa kamu yang dicintai oleh Mas Rudi, bukannya saya. Kamu memang beruntung. Malam ini saya akan berangkat ke HongKong bersama keluarga saya, saya doa'kan kamu dan Mas Rudi bisa hidup berbahagia."
NB: Dan begitulah akhir ceritanya. Terserah anda ingin percaya atau tidak, walau kosa-kata saya hancur-hancur karena saya tidak pandai menulis dan mendeskripsikan keadaan, sebenarnya saya hanya ingin menyampaikan sebuah pesan.
"Wahai para GAY yang ada di mana saja yang sedang membaca artikel ini, tetaplah hidup sebagai seorang GAY, kamu tidak bersalah, kodrat kamu sudah GAY. Hidup sebagai seorang GAY memang lebih berat tetapi kita semua pasti bisa mempertahankan diri juga menjaga harga diri. Jangan buat kita dianggap rendah. Kita juga berhak untuk hidup, dan kita juga manusia!"

Tamat