Love in Hong Kong - 1

Aku melihat jam tanganku yang sekarang ini menunjukkan pukul 05.30 pagi waktu Malaysia. Alarm yang membangunkanku dari tidurku yang nyenyak masih berdering disebelahku. Sesegera mungkin aku bangun dan bersiap-siap, karena aku harus mengejar pesawatku ke Hong Kong jam 06.30 pagi ini waktu Malaysia.
Sesampainya di airport Kuching, jam menunjukkan pukul 06.25. Aku benar-benar nyaris terlambat! Walaupun begitu, aku tetap saja terburu-buru, karena untuk segala urusan imigrasinya akan cukup repot dan memakan waktu. Belum lagi harus mencari dimana Gate pesawatku menuju Hong Kong. Dalam ketergesaanku, tanpa sengaja aku menabrak seorang Bule yang amat tampan dan menjatuhkan beberapa barang bawaannya.
"I'm sorry." kataku sambil membantunya membereskan kembali barang-barangnya yang terjatuh.
"It's ok!" balasnya sambil tersenyum manis. Hatiku langsung runtuh melihat senyuman itu.
Oh, ya. Sepertinya aku lupa mengatakan bahwa aku adalah seorang pria yang berumur 22 tahun dimana orientasi seksualku adalah kepada sesama jenis. Jadi, orang Bule tadi, tentu saja, menjadi salah satu target perhatianku. Apalagi Bule tersebut 'hot' banget!
"Here they are." kataku sambil memberikan barang-barangnya yang kubereskan akibat kecelakaan kecil tadi. Aku tersenyum kecil."Sorry, I get to go."
"Nope."
Perjalanan di dalam pesawat kuhabiskan untuk membayangkan seandainya aku bisa dekat dengan orang Bule tadi dan memiliki suatu hubungan khusus dengannya. Jadi bisa dikatakan perjalanan yang cukup menarik, untuk permulaannya saja.
Pesawatku singgah di bandara international yang ada di Singapore. Jadi untuk 30 menit kedepan aku punya waktu untuk mengisi perut dan juga cuci mata di sana. Setelah makan di sebuah cafe di sebelah Barat dari gate pesawatku, aku mengunjungi sebuah toko buku. Di sana aku langsung menuju ke rak majalah. Apakah aku belum bilang bahwa liburanku kali ini hanya ada aku sendiri saja? Disitulah asyiknya.
30 menit berikutnya aku sudah ada di pesawat lagi. Dan hal yang membuatku sangat gembira, Bule tadi yang kutabrak sewaktu di airport Kuching, ternyata duduk disebelahku. Dan syukurnya, ingatannya juga cukup tajam, sehingga dia juga mengenalku. Namanya David. Segera saja aku mengajaknya berbincang-bincang sedikit. Ternyata tujuannya sama denganku, Hong Kong.
Sesampainya di airport international Hong Kong, dengan berat hati aku harus melepasnya. Walaupun hanya sebentar saja, namun pertemuan kami memberikan kesan yang mendalam di hatiku. Semoga saja bisa bertemu kembali.
Minggu pertama liburanku kuhabiskan dengan berjalan-jalan mengunjungi beberapa tempat liburan yang ada di Hong Kong: Central Park Garden, Ocean Park, Tsim Sha Tsui Harbor, dan banyak lagi. Namun baru awal minggu kedua aku baru bisa menemukan dimana tempat clubbing bagi para 'teman-teman' sepertiku di Hong Kong.
Aku mengunjunginya pada hari berikutnya dimana waktu baru saja beranjak malam, sekitar pukul 06.30pm waktu Hong Kong. Tempat itu tidak terlalu ramai pengunjungnya. Aku bertanya kepada bartender yang ada di tempat itu dengan bahasa Kantonese yang kaku.
"Kamu bukan orang sini ya?" tanya bartender tersebut. "Kalau ingin clubbing, paling bisanya hanya sekitar jam 08.00pm."
"Oh, begitu." jawabku kecewa
"Tapi kalau mau coba, naik aja ke atas. Memang sudah datang beberapa orang tadi." katanya membesarkan hatiku.
Aku datang hari berikutnya ketempat yang sama. Dan sama seperti kemarin, aku hanya bertemu dan berbicara dengan beberapa orang saja. Kebanyakan yang aku temui adalah para gigolo yang bekerja di sana, dan sedikit pengunjung. Namun tidak ada satupun yang menarik minatku untuk sesuatu seperti holiday relationship.
Keesokan paginya aku mengunjungi pasar murah di Mong Kok. Pasar murah ini sejenis dengan lelong di Indonesia. Aku melihat ke beberapa tempat dan membeli beberapa barang yang menarik hatiku: baju, tas, dompet, jam tangan, dan macam-macan souvenir. Saat aku berada di sebuah stand pakaian, sebuah suara menyapaku.
"Kuang?"
"Yup." aku berbalik menghadapi si penyapa. "Whoa! Hi, David!"
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dalam Bahasa Inggris.
"Shopping." jawabku pendek."Benar-benar kebetulan banget! Lagi ngapain di sini?"
"Sama." katanya sambil mengangkat bahu."Kulihat kamu borong cukup banyak."
Aku tertawa renyah, "Yah, begitulah." kuangkat belanjaan ditangan kanan dan kiriku."Kamu sendiri gimana? Ada beli sesuatu, nggak?"
"Dikit." dia menunjukkan belanjaan yang dipegang tangan kanannya."Sudah makan siang nggak?"
"Sebenarnya abis dari sini baru mau nyari tempat yang enak buat makan." aku mengeluarkan 2 lembaran 20 HK$ untuk membayar si penjual."Mau kutraktir?"
"Boleh," dia mengangkat bahunya."Selama bukan KFC, McD, dan Pizza Hut, kamu bisa ntraktir aku makan. Aku sudah cukup bosan makan itu."
"Jangan khawatir, aku sendiri enggak begitu suka."
"Bagus!" serunya.
Kami berdua makan siang di restoran kecil ala Kanton yang terdapat didekat pasar murah tersebut. Setidaknya David menikmati menunya. Sementara aku sendiri menikmati waktu dimana aku bisa sekali lagi bertemu dengan David dan bisa makan siang bersama. Benar-benar suatu kejutan yang menakjubkan. Aku selalu bertanya-tanya di distrik manakah David tinggal di Hong Kong sekarang ini. Selalu memikirkan kira-kira kapan aku bisa bertemu kembali dengannya semenjak perpisahan terakhir di Hong Kong International Airport. Tanpa diduga bisa bertemu secepat ini.
"Hey, Dave," aku memanggilnya dengan nama panggilan yang kurasa manis untuknya."Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Holiday." dia agak terkejut dengan nama panggilan yang kugunakan.
"Ehm, kamu enggak keberatan kalau kupanggil 'Dave', kan?"
Dia tersenyum, "Ok. Aku suka nama panggilannya."
"Holiday, yah. Jadi kamu tinggal di hotel?" pancingku.
"Eh," katanya sangat membantu memberiku petunjuk."Ya." jawabnya dengan nada yang tidak begitu yakin.
"Bukankah mahal tinggal dihotel?"
"Yup. Kira-kira begitu." dia mengangkat alisnya."Kamu sendiri bagaimana?"
"Aku tinggal di tempat kakakku. Dia tinggal dan bekerja di sini lalu menikah." Aku tersenyum, "Sudah punya satu keponakan, lho!" ujarku bangga.
"Congratulations! Bagus sekali."
Kami menikmati makan siangnya dan terus bercakap-cakap mengenai diri kami sendiri masing-masing. Selalu saja terpikirkan olehku: 'Astaga, seandainya saja dia 'sama' denganku, mungkin sudah kuajak kencan'. Walaupun dia ramah sekali, kadang-kadang terpikir olehku bahwa 'ramah'-nya Dave hanya sekedar baik saja terhadap orang lain.
"Ada kemungkinan kita ketemu lagi enggak ya?" tanyaku saat kami sudah selesai dengan makan siang kami.
"I'm not so sure."
"Seandainya saja bisa. Kamu orangnya menyenangkan."
Dave agak terkejut dengan keterus teranganku.
"Hey, kuberikan nomor HP kakakku yang selalu kubawa kalau aku keluar."
Aku mengambil selembar kertas memo dan menuliskannya.
"Kamu bisa menghubungiku kapan saja jika ingin kubawa ketempat-tempat rekreasi yang bagus, atau jika ada sesuatu." kuberikan nomorku kepadanya.
Nada suaranya agak ragu saat berkata, "Well, aku enggak begitu yakin tentang ini. Bukankah akan agak.."
"Merepotkan?" potongku cepat.
"Tentu tidak!" kataku.
"Sekarang aku sudah menganggapmu sebagai teman. Dan setidaknya aku sudah datang ke sini beberapa kali, maksudku ke HK ini, dan mungkin sudah tahu banyak tentang tempat ini daripada kamu, kecuali kamu sudah datang ke sini lebih dari 5 kali." kataku sambil tertawa.
"Ambil saja. Telepon saja aku kapanpun kamu merasa ingin atau butuh." kutekankan nada bicaraku pada beberapa kata terakhir.
"Ok." dia tersenyum. "Thanks for this and the lunch."
"Nope." aku balas tersenyum."Thanks for your time. Bye."
"Bye"
Beberapa hari kemudian aku masih mengharapkan telepon dari Dave, walaupun aku tahu hal ini tidak akan mungkin terjadi. Dan Dave memang tidak menelepon sama sekali dalam beberapa hari itu, sampai..
"Hallo, siapa ini?" aku baru saja mengangkat telepon dari seseorang yang tidak kukenal di HP ku. Tidak ada jawaban. Sejenak kemudian aku tersadar, "di sini Kuang, siapa di sana?" ulangku dalam bahasa Kanton yang agak kaku.
"Bisa datang ke sini dan jemput teman kamu? Madison Bar dan Cafe di Madison Shopping Centre. Cheung Sam Fo Rd,2/F14 Blk."
"Ok," kucatat dengan cepat alamatnya."Tapi siapa temanku?"
"Seorang bule berumur sekitar 30-an tahun, dan aku menemukan nomormu di sakunya.."
"Ok, aku ke sana dalam 15 menit."
Aku bergegas mencari stasiun MTR terdekat di Tsim Sha Tsui Harbor dan langsung mengambil jurusan Admiralty. Butuh waktu sekitar 10 menit di dalam stasiun Admiralty sebelum aku bisa menemukan jalan keluar stasiun yang benar untuk menuju Madison Shopping Centre. Dan sekitar 5 menit berikutnya menemukan jalan yang benar berikut Madison Bar dan Cafe-nya.
Aku masuk secepat mungkin dan melayangkan pandanganku kelantai 1 ini. Tidak ada bule yang perlu dijemput karena mabuk. Aku bergegas kelantai 2, "Maaf, anda tidak bisa lewat sini." kata pramusajinya. "Ini klub pribadi."
Bersambung . . . . .